Risiko Iklim (Climate Risk) Menurut OJK

Climate Risk Stress Testing

Stress testing merupakan tinjauan secara komprehensif bagaimana bank mengintegrasikan risiko terkait perubahan iklim dan lingkungan ke dalam strategi, tata kelola, serta kerangka kerja manajemen risiko. Sementara secara umum, hasil dari stress test terhadap risiko perubahan iklim dan lingkungan akan mengindikasikan sejauh mana kebijakan dan strategi bank telah memasukkan aspek iklim dan lingkungan.

Dokumen ini bertujuan untuk memberikan panduan bagi bank untuk memahami berbagai risiko yang terkait dengan perubahan iklim, mengidentifikasi kebutuhan data untuk mengidentifikasi risiko tersebut dan dampaknya terhadap aset bank, serta membangun kerangka kerja untuk pengelolaan risiko tersebut secara komprehensif. Selain itu, diharapkan dengan adanya panduan ini, bank dapat mulai membangun insiatif untuk menanamkan risiko perubahan iklim dalam perencanaan bisnis dan pengembangan strategi mitigasi risikonya.

Risiko Iklim dan Lingkungan

Risiko iklim dan risiko lingkungan memiliki dampak yang signifikan pada risiko perbankan. Studi mengungkapkan bahwa perubahan iklim telah menyebabkan munculnya risiko prudensial terkait iklim di sektor perbankan. Risiko iklim merujuk pada risiko transisi dan juga risiko fisik.

Dokumen ini bertujuan untuk memberikan panduan bagi bank untuk memahami berbagai risiko yang terkait dengan perubahan iklim, mengidentifikasi kebutuhan data untuk mengidentifikasi risiko tersebut dan dampaknya terhadap aset bank, serta membangun kerangka kerja untuk pengelolaan risiko tersebut secara komprehensif. Selain itu, diharapkan dengan adanya panduan ini, bank dapat mulai membangun insiatif untuk menanamkan risiko perubahan iklim dalam perencanaan bisnis dan pengembangan strategi mitigasi risikonya.

Risiko transisi merupakan risiko yang muncul akibat perubahan arah kebijakan pemerintah dan stakeholder, kemajuan teknologi, dan dinamika sosial seiring dengan bergesernya tujuan perekonomian dunia ke arah ekonomi rendah karbon yang menuntut bank menyesuaikan arah kebijakan yang berpotensi dapat berdampak pada bisnis, reputasi, serta nilai dari asetnya. Sedangkan, risiko fisik dapat digolongkan menjadi dua, yaitu risiko yang disebabkan oleh bencana alam yang parah (risiko fisik akut) dan risiko yang secara bertahap terdampak oleh perubahan pola iklim dalam jangka panjang yang disebabkan, misalnya, kenaikan temperatur dan permukaan air laut (risiko fisik kronis).

Risiko fisik akut antara lain seperti badai, banjir, dan kebakaran hutan, yang terjadi karena kejadian tertentu, sedangkan risiko fisik kronis antara lain seperti kenaikan suhu dan naiknya permukaan laut, yang merujuk pada perubahan jangka panjang dalam pola iklim. Dalam menentukan kerentanan terhadap risiko fisik, sebuah organisasi harus mempertimbangkan bahaya terkait iklim, paparan terhadap bahaya tersebut, dan kerentanan mereka.

Bank memainkan peran yang sangat penting dalam memfasilitasi bisnis untuk bergerak menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan dengan mengalokasikan kredit dan investasinya ke sektor yang lebih berkelanjutan. Studi tersebut menemukan bahwa komitmen untuk menurunkan dampak perubahan iklim terbukti berpengaruh pada penurunan risiko untuk bank dengan tingkat perhatian di level medium-high pada isu-isu tersebut. Selain itu, faktor lokasi negara dari bank tersebut juga memainkan peran kunci dalam penurunan risiko kredit, khususnya terkait tingkat komitmen suatu negara pada isu perubahan iklim.

Selain rentan terhadap paparan risiko fisik, arah transisi kebijakan pemerintah menuju ekonomi rendah karbon menyebabkan kemungkinan paparan risiko transisi bagi bank. Komitmen Indonesia menuju ekonomi rendah karbon dimulai dari Ratifikasi Paris Agreement melalui penetapan UU No.16 tahun 2016, Indonesia menargetkan Nationally Determined Contribution (NDC) berupa penurunan emisi karbon sebesar 41% (2030) dan menuju carbon neutral (2060). Selain itu, adanya komitmen pemerintah untuk menerapkan Carbon Tax yang akan diberlakukan sesuai amanat UU No.7/2021 dan semakin berkembangnya penggunaan mobil listrik, solar panel, dan energi baru terbarukan lain diperkirakan akan memiliki dampak pada arah bisnis industri perbankan kedepan. Risiko yang timbul akibat perubahan iklim menjadi tantangan bagi bank yang semakin dituntut untuk dapat beradaptasi dengan mengintegrasikan pertimbangan risiko iklim ke dalam keputusan strategis, proses bisnis, tata kelola dan kerangka kerja manajemen risiko mereka.

Desain Skenario

Setiap otoritas memiliki kerangka dan prosedur yang berbeda dalam melakukan kegiatan stress test terkait dampak dari risiko perubahan iklim. Beberapa otoritas negara lain bahkan telah melakukan stress test tidak hanya pada sektor perbankan tetapi juga melibatkan sektor lain seperti sektor asuransi dan pasar modal.

OJK mengadopsi versi ketiga dari skenario iklim NGFS yang diterbitkan pada tahun 2022 (versi pertama diterbitkan pada tahun 2020 dan kedua pada tahun 2021). NGFS membagi skenario dampak perubahan iklim tersebut ke dalam 3 besaran kategori yaitu “Orderly”, “Disorderly”, dan Hot House World”. Masing-masing dari skenario tersebut menggunakan peta jalan yang berbeda dalam penentuan variabel untuk mencapai target pada tahun 2050, termasuk dalam kaitannya dengan perubahan dalam aspek pengaruh iklim pada ekonomi, dimana salah satunya adalah harga karbon.

Dalam stress test akan digunakan tiga skenario yaitu Net Zero 2050, Delayed Transition, dan Current Policies. Pada skenario Net Zero mengasumsikan seluruh dunia akan melakukan semua usaha yang diperlukan untuk mencapai karbon netral pada 2050 dan menunjukkan lembaga keuangan yang terpapar risiko transisi yang tinggi akibat perubahan iklim, disisi lain hanya sedikit terdampak risiko fisik akibat kenaikan temperatur yang kecil.

Skenario current policies mengasumsikan bahwa tidak ada kebijakan baru yang diambil untuk memerangi dampak dari perubahan iklim, sehingga lembaga keuangan akan sangat terdampak risiko fisik, sementara dampak risiko transisi paling kecil dari tiga skenario yang ada.

Untuk skenario yang kedua atau Delayed transition mengasumsikan bahwa tidak ada kebijakan khusus yang diambil menuju masyarakat yang peduli akan emisi karbon pada tahun 2020-2030, namun pada 2030 pemerintah akan membuat suatu kebijakan yang sangat berbeda sehingga target karbon netral akan tercapai sekitar tahun 2050. Kecepatan transisi yang dilakukan oleh lembaga keuangan sebagai akibat dari dukungan kebijakan pemerintah akan dianggap sebagai risiko transisi.

Dikutip dari: Panduan Climate Risk Stress Testing (CRST) Perbankan, OJK, 2023

Leave a Reply

Your email address will not be published.Required fields are marked *