Penyusunan Pedoman Business Continuity Management (BCM)

BCM

Image
Indonesia adalah Negara yang berada dalam “ring of fire”, yang memiliki potensi bencana yang tinggi dan beragam. Seperti gempa bumi, gunung meletus, kabut asap, tsunami, demonstrasi, dan lainnya. Bencana/gangguan yang terjadi bukan hanya yang bersifat fisik seperti disebutkan sebelumnya, namun juga terdapat bencana non-fisik seperti krisis moneter tahun 1998, krisis kepercayaan saat banyak bank dilikuidasi dan sebagainya. Karena potensi bencana yang tinggi, diperlukan suatu bidang keilmuan yang dapat menjawab:
  • Bencana apa yang berpotensi terjadi dan memiliki dampak terbesar bagi perusahaan/organisasi?
  • Berapa lama operasional perusahaan/organisasi kembali normal?
  • Bagaimana Perusahaan memulihkan operasionalnya akibat gangguan/bencana?
  • Bagaimana Perusahaan mempertahankan bisnis utamanya saat gangguan/bencana terjadi?
  • Berapa kerugian yang akan diderita perusahaan/organisasi bila suatu Unit Kerja berhenti beroperasi selama waktu tertentu?
  • Unit Kerja dan fungsi bisnis apa yang mendapat prioritas untuk dipulihkan?
  • Apa yang akan dilakukan perusahaan/organisasi jika ada respon yang buruk di media?
  • dan lain-lain.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dibutuhkan implementasi Business Continuity Management (BCM), yang secara sederhana dapat diartikan proses antisipasi atas dampak dari gangguan/bencana terhadap kelangsungan bisnis organisasi. Implementasi BCM pada industri perbankan adalah mandatory, karena perbankan memiliki systemic risk, yang memiliki potensi dan dampak pada kondisi ekonomi secara nasional. BCM bukan saja bermanfaat saat kondisi gangguan/bencana, namun dapat memberikan manfaat saat kondisi operasional normal. Hal ini karena Implementasi BCM akan melengkapi proses manajemen risiko Perusahaan yang telah berlangsung. Bank Indonesia melalui Lampiran SEBI No. 9/30/2007 mendefinisikan BCM sebagai “Proses manajemen terpadu dan menyeluruh untuk menjamin kegiatan operasional Bank tetap dapat berfungsi walaupun terdapat gangguan/bencana guna melindungi kepentingan para stakeholder.” Menurut ISO 22301:2012, BCM didefinisikan sebagai “Proses manajemen menyeluruh yang mengidentifikasi dampak potensial yang dapat menghambat organisasi, dengan menyediakan kerangka membentuk ketahanan dalam kapasitas respon efektif, yang melindungi kepentingan stakeholder penting perusahaan, reputasi, brand dan aktivitas value creating”.  

Tujuan

Memastikan pedoman terupdate
Memastikan perusahaan memiliki pedoman BCM yang sudah disempurnakan secara berkala merujuk pada aturan terkini.
Menjelaskan alur tugas
Untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap unit kerja, terkait pelaksanaan BCM.
Menjamin kelangsungan fungsi bisnis
Menjamin kelangsungan fungsi bisnis saat kondisi gangguan atau bencana, terutama fungsi bisnis atau operasional yang kritikal agar layanan Perusahaan tetap berjalan.
Sebagai Acuan
Sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan BCM.
Menghindari overlapping
Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas.
Memastikan ketersediaan prosedur kerja
Memastikan ketersediaan prosedur kerja bagi Unit Kerja saat terjadi gangguan atau bencana, sehingga dapat meminimalisasi dampak dan menghindari kerugian yang lebih besar bagi Perusahaan dan Interested Parties.
Untuk menghindari kesalahan
Untuk mengindari kesalahan dalam proses pelaksanaan kegiatan BCM.
Memenuhi regulasi yang berlaku
Memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Membangun awareness akan BCM
Membangun budaya, pemahaman, dan kesadaran BCM (BCM awareness) melalui sosialisasi secara berkesinambungan dan simulasi penanganan gangguan atau bencana.

Download brosur kami!

Ada keraguan? Hubungi kami segera
Mulailah membangun pengalaman tingkat berikutnya dengan RMG.
Hubungi kami
GRC Sustainability
GRC Sustainability