Hiruk Pikuk Risiko Reputasi dalam Manajemen Risiko: Pembelajaran dari Buruknya Perilaku Rusia dan NATO

Penulis: Togi B Girsang (Praktisi Tata Kelola, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan)

Manajemen Risiko

RMG – Aktivitas ekonomi dan bisnis yang dianut banyak negara sangat cenderung dipengaruhi buruknya kepedulian para pengusaha terhadap etika berbisnis yang peduli terhadap keberlangsungan dan keberlanjutan. Dengan alasan yang terlalu dipaksakan, antara lain dikarenakan keterbatasan pasokan, kemudian minimnya tingkat keterisian kontainer pada awal Covid, maka para pengusaha mengambil kesempatan untuk mengoptimalkan keuntungan  dengan cara menciptakan hiruk-pikuk yang berujung pada harga pasar yang melonjak drastis. Alasan Rusia melakukan invasi dan peran Amerika yang seolah-olah ingin memanusiakan manusia, mulai terkuak dan menegaskan bahwa dua negara ini adalah contoh bentuk keberterusterangan menaikkan risiko reputasinya untuk mempertontonkan superioritasnya.

Risiko reputasi cenderung tidak mudah dipulihkan. Butuh biaya, waktu, dan kesempatan untuk mendapatkan ruang maaf yang memadai. Fatalnya, sebagian besar negara anggota NATO juga tergiur untuk mencari cara melakonkan drama sebagai negara yang mendukung dihentikannya invasi dengan cara-cara yang cenderung naif. Mengapa demikian?

Berikut ini fakta-fakta yang sudah pernah diungkap namun tidak disampaikan dalam media terbuka dan tersusun secara sistematis:

  1. Anggaran pertahanan (keamanan dan peperangan). Per 2021, Amerika mengalokasikan hampir Rp11 kuadriliun. Sementara China hanya 1/3 dan Rusia 1/12 dari anggaran Amerika.
  2. Dengan alasan untuk menghukum dan menghentikan invasi Rusia, atas dorongan salah satu negara, NATO sepakat untuk menghukum Rusia dengan berbagai cara, antara lain: Menghentikan belanja minyak, menghentikan transaksi keuangan dengan Rusia, membekukan asset, dan melarang membeli emas.
  3. Cina bermain cantik dengan mengalihkan belanja minyak dari Saudi Arabia ke Rusia untuk mendapatkan harga yang lebih pantas. Demikian pula India melakukan hal yang sama.
  4. Alih-alih konsisten menjalankan kebijakan penolakan fossil fuel (batubara), atas nama kebutuhan mendesak, sejak Maret 2022, setidaknya ada tiga negara Eropa Barat yang sudah teken kontrak belanja batubara dari Indonesia untuk mensubstitusi tingginya harga minyak dan gas.
  5. Ukraina dan Rusia merupakan penyedia 80% minyak goreng (bunga matahari). Distribusi produk yang digunakan masyarakat umum ini justru terhenti akibat buruknya kebijakan NATO.
  6. Alih-alih konsisten melarang penggunaan minyak sawit di Eropa, sudah ada beberapa negara Eropa yang menaikkan impor minyak goreng dari Indonesia, khususnya yang terbuat dari minyak sawit.
  7. Inflasi semakin mengganas. Kenaikan drastis dialami Italia, Yunani, Spanyol, dan Portugal.
  8. Pelemahan drastis nilai tukar mata uang pun terjadi. Dibandingkan Desember 2020, Lira Turki melemah 120,6%, Forint Hongaria melemah 30% pada posisi Juli 2022.
  9. Secara umum, inflasi Eropa naik dengan cepat. Dengan skenario konservatif saja, inflasi dinilai pada tingkatan 8,1% untuk posisi Mei 2022, atau setara 400% di atas normal.
  10. Rusia sudah masuk kategori Default sejak April 2022 sehingga gagal bayar hutang bukan hal yang mengagetkan.

Dalam konteks risiko reputasi, fakta berikut ini memaparkan betapa rendahnya etika berbangsa dan bernegara dari pemimpin yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Fakta mencengangkannya adalah:

  1. Amerika bersama Saudi Arabia dan Rusia adalah penguasa pasokan minyak dunia, yaitu 40,448 juta barel per hari, atau setara 73% kebutuhan dunia.
  2. Amerika, Rusia, Ukraina, Australia, dan Kanada adalah lima negara penyedia 80% kebutuhan gandum dunia. 
  3. Para penguasa jalur transportasi laut dan pemilik pasokan terbesar menetapkan harga minyak pada awal tahun 2022 naik 150% dibandingkan 2020.
  4. Harga sewa kontainer sudah naik pada tingkat harga yang tidak masuk akal, yaitu di atas 300%, bahkan ada eksportir yang menyatakan kenaikannya mencapai 500%.

Uniknya, Amerika belanja 50% uranium yang berasal dari Rusia. Pembelian ini tidak pernah dihentikan walau atas nama “menghukum Rusia”. Sebaliknya, Rusia mengancam akan menghentikan pasokan uranium ke Amerika. Diperkirakan dalam hitungan kurang dari 12 bulan, sebagian kota di Amerika akan gelap gulita dan inflasi semakin mengganas.

Pertanyaannya:

  1. Siapa yang paling dirugikan ketika dunia ini aman? Tentu saja negara yang menghabiskan anggaran fantastis untuk pertahanan karena dianggap pemborosan dan cenderung tidak diperlukan.
  2. Siapa yang paling mungkin bertahan dengan situasi disrupsi keuangan, stagflasi, dan cenderung resesi ini? Yaitu negara yang memiliki ketersediaan sumber daya secara mandiri, antara lain sumber pembangkit listrik, bahan bakar kendaraan, gas, lahan pertanian dan peternakan.

Sebagai Ketua G20, Jokowi selaku Presiden Indonesia, sangat paham atas risiko yang melekat (inherent risk), baik risiko reputasi maupun risiko negara (country risk), yaitu dengan cara menunjukkan kepada dunia  keluhuran orang Indonesia, Indonesia yang beradab, yang mengambil risiko dengan memposisikan diri sebagai pendorong perdamaian dunia, melalui kunjungan langsung ke negara-negara yang sedang berseteru. Di sisi lain, Indonesia dimungkinkan mengambil kesempatan emas untuk mengoptimalkan ekspor komoditinya di saat hiruk pikuk dunia. Buku “Mendajung Antara Dua Karang”, karya Bung Hatta, telah menjadi pondasi kokoh bagi Indonesia untuk berpegang pada politik luar negeri yang bebas dan aktif.

 

Sumber: infobanknews.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.Required fields are marked *

GRC Sustainability
GRC Sustainability