RMG – Sejarahnya, sejak 2005 Bank Indonesia sudah mengatur terkait sertifikasi manajemen risiko, khususnya bagi pengurus dan pejabat bank umum. Hal ini diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/25/PBI/2005. Kemudian dilakukan penyempurnaan ketentuan baru yaitu melalui Peraturan Bank Indonesia No.8/9/PBI/2006 yang menetapkan Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/25/PBI/2005 tentang Sertifikasi Manajemen Risiko Bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum tepatnya pada tanggal 29 Mei 2006.
Kemudian, dengan mencabut ketentuan lama, maka pada 4 Juni 2009 ditetapkan peraturan baru yaitu Peraturan Bank Indonesia No.11/19/PBI/2009 tentang sertifikasi manajemen risiko bagi pengurus dan pejabat bank umum. Dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, Bank Indonesia kembali menyempurnakan peraturan terkait dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia No.12/7/PBI/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/19/PBI/2009 tentang Sertifikasi Manajemen Risiko bagi Pengurus dan Pejabat Bank Umum, yang ditetapkan pada 19 April 2010. Melalui Peraturan OJK No.24 tahun 2022, yang berlaku sejak 5 Desember 2022 telah ditetapkan bahwa Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/19/PBI/2009 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/7/PBI/2010 dinyatakan dicabut.
Selanjutnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menindaklanjuti dengan menerbitkan sejumlah regulasi antara lain Peraturan OJK No.1/POJK.05/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, Peraturan OJK No.18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Resiko bagi Bank Umum tanggal 22 Maret 2016, Surat Edaran OJK No.10/SEOJK.05/2016 tentang pedoman penerapan manajemen risiko dan hasil penilaian sendiri penerapan manajemen risiko bagi lembaga keuangan non bank pada 14 April 2016, Peraturan OJK No.44/POJK.05/2020 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank pada tanggal 28 Agustus 2020, dan Surat Edaran OJK No.8/SEOJK.05/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah pada tanggal 5 Februari 2021.
Atas dasar inilah, lembaga keuangan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan wajib memenuhi sejumlah persyaratan, khususnya terkait peningkatan kompetensi dengan standar yang ditetapkan. Regulasi di atas juga mengatur tingkatan yang wajib dipenuhi sesuai beberapa acuan, baik dalam konteks jenis dan kapasitas perusahaan, maupun jabatan yang dilekatkan (risk owner).
Dalam waktu dekat, OJK kembali akan menerbitkan regulasi baru terkait manajemen risiko, baik dalam rangka menambah sejumlah perangkat pengelolaan risiko maupun penyempurnaan untuk memenuhi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) terbaru.
Berdasarkan Peraturan OJK No.11/POJK.02/2021 tentang Penatalaksanaan Lembaga Sertifikasi Profesi di Sektor Jasa Keuangan, Pasal 10 ayat (2), Otoritas Jasa Keuangan mengumumkan nama LSP yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Terhitung hingga tanggal 15 Agustus 2022, OJK telah memberikan Surat Tanda Terdaftar kepada 8 (delapan) LSP yaitu:
- Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI);
- Lembaga Sertifikasi Profesi Majelis Ulama Indonesia (LSP MUI);
- Lembaga Sertifikasi Profesi Perbankan (LSPP);
- Lembaga Sertifikasi Profesi Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (LSP BSMR);
- Lembaga Sertifikasi Profesi Keuangan Syariah (LSP KS);
- Lembaga Sertifikasi Profesi Penjaminan;
- Lembaga Sertifikasi Profesi Perasuransian Syariah; dan
- Lembaga Sertifikasi Profesi Pembiayaan Indonesia (LSPPI).
Melalui peraturan ini, OJK menegaskan bahwa Lembaga Sertifikasi Profesi lainnya, TIDAK DIAKUI oleh OJK.
Bersinergi dengan lembaga sertifikasi terkait, selaku Lembaga Pengembangan Profesi (LPP), RMG telah berperan aktif untuk memberikan pembekalan mengikuti ujian sertifikasi, sekaligus memudahkan dan membantu para peserta terkait prosedur administrasi, baik pendaftaran maupun pengisian data dan kelengkapan lainnya.
-disadur dan dirangkum dari berbagai sumber terpercaya-